Kelas : 2EB22
Npm : 21210248
TULISAN
“Cerita Hukum Perdata dan Kondisi Hukum di Indonesia”
Cerita Hukum Perdata
Hukum perdata, Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata)
dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun
sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang
dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER
meninggal dunia 1824sebelum menyelesaikan tugasnya dan
dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Ini cerita
kasus perdata yang saya ketahui :
Cerpen Jejak Tanah karya Danarto adalah Cerpen Pilihan Kompas 2002 yang
di dalamnya terdapat suatu tindak kejahatan perdata. Yaitu permasalahan tentang
jual beli, tindak perdata yang mana menunjukkan suatu penyimpangan dalam jual
beli tanah. Penggusuran para pemilik tanah yang tidak rela apabila para pemilik
tanah harus meninggalkan rumah mereka. Jejak Tanah karya Danarto di dalamnya
merepresentasikan kasus jual-beli yang tanpa ada kesepakatan antara penjual dan
pembeli, yang dapat dikatakan sebagai bagian dari kasus penggusuran
(perampasan) tanah.
Tidak adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli yang termuat di dalam
Jejak Tanah terdeteksi di dalam bagian: “… merasa tanah pemukiman itu miliknya
dengan memperlihatkan surat-surat kepemilikan, mereka gigih mempertahankannya
meski ayah sudah memperlihatkan surat pembebasan yang sah. Beberapa kali
diadakan pertemuan dengan jumlah uang pembebasan yang dirasa pantas, mereka
tetap menolak untuk pindah. Alasan mereka, di tanah itu, keluarga mereka berkembang,
termasuk lahan pencarian nafkah dan lahan pendidikan anak mereka. Kata mereka,
memaksa pergi mereka sama dengan membunuh mereka … (Jejak Tanah, halaman 3).”
Fenomena di atas dapat dilihat sebagai tindak kejahatan perdata, dimana
menurut KUHPerd, pasal 1457 dinyatakan bahwa jual beli adalah suatu
persetujuan, dengan mana pihak yang satu menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
yang lain untuk membayar yang telah dijanjikan. Dalam suatu kegiatan jual-beli,
harus terdapat kesepakatan antara penjual dan pembeli. Apabila tidak ada suatu
kesepakatan dan salah satu pihak memaksakan kehendaknya maka akan terjadi
pelanggaran perdata dan apabila pemaksaan tersebut mengakibatkan penderitaan
maka pelanggaran perdata akan menjadi tindak kejahatan pidana.
Tema penggusuran menjadi pokok pembahasan yang utama dalam cerpen Jejak
Tanah karya Danarto ini. Apabila proses penggusuran tidak melalui proses hukum
yang benar, maka kegiatan penggusuran ini sebagai tindak kejahatan perdata,
yaitu pelanggaran hak milik. Pelanggaran hak milik dapat dilihat dalam kutipan
berikut:
“Ayah nakmas tidak membeli semua tanah yang di bebaskan, tapi
menyengsarakan tanah.” (Jejak Tanah, halaman 5) yang mengungkapkan bagaimana
tokoh pengembang baik secara sengaja maupun tidak sengaja telah melanggar
KUHPerd pasal 570 yang secara hukum menjamin hak milik perseorangan pada suatu
barang atau jasa, bahwa negara menjamin hak seseorang untuk memiliki dan
menikmati suatu kebendaaan dan boleh dinikmati sepuasnya selama tidak melanggar
Undang Undang, dan seseorang tidak boleh mengganggu hak milik orang lainnya.
Hal ini berarti bahwa penggusuran merupakan suatu tindak kejahatan perdata yang
mana telah melanggar KHUPerd tentang hak milik seseorang.
Kejahatan semacam ini, bukan sebagai bentuk kejahatan yang jarang terjadi
di lingkungan masyarakat Indonesia. Perampasan hak orang lain melalui jual-beli
yang tidak sehat yang secara tidak langsung juga berkaitan erat dengan
perampasan hak milik orang lain (baca: penggusuran). Penggusuran rumah-rumah
warga di Jakarta oleh pemerintah daerah khusus Jakarta menjadi pemandangan
sehari-hari sepanjang 2003. Kasus penggusuran terhadap warga Jakarta sudah
mencapai 14 kasus di tahun 2003, yaitu mulai dari warga Jembatan Besi, Kampung
Catering, Cengkareng, Kali Adem, hingga Tegal Alur dan Pedongkelan.
Kasus penggusuran mengakibatkan sedikitnya 6.960 keluarga kehilangan
tempat tinggal. Jika satu keluarga diasumsikan terhadap empat hingga lima
anggota keluarga, bisa dibayangkan sudah lebih dari 27.840 jiwa yang kehilangan
tempat tinggal. Pasca-Lebaran penggusuran terjadi lagi jumlahnya mencapai lebih
dari 5.000 keluarga, termasuk mereka yang tinggal di kolong tol dan flyover,
dengan demikian tidak kurang dari 50.000 jiwa kehilangan tempat tinggal. Bila
masing-masing keluarga membangun rumah rata-rata senilai Rp. 8 juta, tidak
kurang dari Rp. 95,7 miliar uang milik warga yang terampas. Sepanjang tahun
2004, pemerintah daerah Jakarta memiliki rencana untuk menggusur 50 ribu kepala
keluarga di sejumlah lokasi. Terutama penghuni pemukiman liar di bawah jalan
tol.
Dari kegiatan penggusuran secara tidak langsung telah terjadi suatu
tindakan perampasan hak orang lain. Hal ini dikatakan sebagai suatu tindak
kejahatan karena penggusuran merupakan pelanggaran UU nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Azasi Manusia. Dalam Undang undang tersebut dinyatakan dalam pasal
27 (1) bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,
berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah Negara RI, dan pasal 36 (2) bahwa
tidak seorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara
melawan hukum. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1969, ada hak warga
tergusur yang harus dipenuhi pemerintah, diantaranya pemberian penggantian yang
layak, dan menikmati penambahan nilai dari kegiatan penggusuran tersebut.
Hal ini tidak sesuai dengan instrumen hukum internasional. Bahwa,
masyarakat miskin kota dilindungi oleh instrumen hukum internasional yang
dikeluarkan PBB melalui lembar fakta 21 tentang HAM untuk tempat tinggal serta
Deklarasi Pemajuan Pembangunan Sosial 1969 merumuskan bahwa setiap orang berhak
atas perumahan yang layak. Kepedulian ini selanjutnya dipertegas oleh Pusat
Pemukiman (Habitat) PBB pada 1976 dengan mendeklarasikan Deklarasi Vancouver
tentang Pemukiman Manusia.
Langkah ini dilanjutkan dengan deklarasi kepedulian internasional untuk
menyediakan tempat tinggal bagi orang yang tidak memiliki rumah pada 1987.
selanjutnya secara simultan PBB mengkongkritkan kepeduliannya tentang perumahan
bagi kaum miskin. Melalui Konfrensi habitat II 1996 PBB mengajak semua
anggotanya untuk melakukan langkah guna memenuhi kewajiban menyediakan
pemukiman yang layak bagi warga negaranya. Pada tahun 2000 melalui Majelis Umum
PBB mengeluarkan ketentuan tentang strategi Global untuk pemukiman.
Konflik permasalahan tanah yang saat ini tengah berlangsung adalah
konflik antara warga tiga desa dari kecamatan Talo Kecil, Desa Pering Baru,
Taba dan Tebat Kibun. Ditambah Desa Padang Kelapo Kecamatan Semidang Alas Maras
(SAM) Kabupaten Bengkulu. Penggusuran dilakukan oleh PTPN VII melakukan
penggusuran lahan inti untuk peremajaan. Demi agenda peremajaan ini, PTPN VII
berencana mengambil secara paksa lahan perkebunan milik warga di Desa Pering
Baru seluas 518 ha pada 5 April 2010. Masalah penggusuran ini telah menimbulkan
konflik lahan sejak tahun 1985 dimana warga dipaksa menyerahkan lahan seluas
1.000 ha kepada PTPN VII untuk perkebunan sawit.
Cerpen Jejak Tanah karya Danarto merepresentasikan kejahatan di dalam
kehidupan realitas, yang mana berkenaan dengan masalah pertanahan. Melalui
cerpen Jejak Tanah ini, masyarakat pembaca diajak untuk melihat kondisi real
dari kasus-kasus penggusuran dan (diharapkan) dapat menumbuhkan perenungan agar
kasus seperti ini tidak terjadi lagi, karena siapa saja yang melakukan
kejahatan karena tanah, Danarto berpesan “Bumi menolak jenazah ayah Nakmas,”
(Jejak Tanah, 2002: 5).
Bantul – Studio Semangat Desa Sejahtera, 01 Agustus 2010.
Kondisi Hukum di
Indonesia
Hukum di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum eropa,
hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata
maupun pidana, berbasis pada hukum eropa kontinental, khususnya dari belanda
karena aspek sejarah masa lalu indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan
sebutan hindia belanda (nederlandsch-indie). Hukum agama, karena sebagian besar
masyarakat indonesia menganut islam, maka dominasi hukum atau syari'at islam
lebih banyak terutama di bidang perkimpoian, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
nusantara.
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Menurut saya,
kondisi hukum Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan, meskipun dalam
segi sarana dan prasarana hukum itu sendiri sudah cukup menunjukkan adanya
beberapa peningkatan. Namun, pada sisi lain dapat dilihat bahwa perkembangan
tersebut masih belum diimbangi secara memadai dengan peningkatan integritas
moral dan profesionalisme dari para aparatur hukumnya. Hal ini dikarenakan
bahwa kesadaran hukum antara aparatur hukum dan masyarakat yang masih rendah.
Kemudian dalam pelaksanaan hukum itu sendiri, kualitas mutu pelayanan di
Indonesia ini masih kurang maksimal dan keadaan hukum di Indonesia sekarang
masih belum mengalami perbaikan yang berarti.
Selain itu, yang saya lihat dan amati bahwa kondisi hukum di Indonesia sekarang sudah tidak lagi dapat dijadikan sebagai tonggak keadilan, yang ada hanyalah saling menjerat, menuduh, yang salah jadi benar dan benar bisa jadi salah. Hal ini kurangnya didasari oleh hati nurani dan logika.
Melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut, maka kita harus berbenah diri dan mulai melakukan hal-hal yang baik, dimulai dari diri sendiri, seperti menjauhi tindak kejahatan dan pelanggaran, serta taat pada aturan yang berlaku yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat dan sekaligus warga negara Indonesia sangat membutuhkan suatu aturan hukum yang dapat melindungi hak-hak warga negara, agar negara Indonesia ini terbebas dari berbagai Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), dan juga tindak kejahatan lainnya yang dapat merugikan warga negara atau masyarakat Indonesia. Sehingga negara ini mampu mencapai kesejahteraan, kualitas keamanan yang baik, adanya keadilan yang tidak memihak, menjadi negara yang
Selain itu, yang saya lihat dan amati bahwa kondisi hukum di Indonesia sekarang sudah tidak lagi dapat dijadikan sebagai tonggak keadilan, yang ada hanyalah saling menjerat, menuduh, yang salah jadi benar dan benar bisa jadi salah. Hal ini kurangnya didasari oleh hati nurani dan logika.
Melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut, maka kita harus berbenah diri dan mulai melakukan hal-hal yang baik, dimulai dari diri sendiri, seperti menjauhi tindak kejahatan dan pelanggaran, serta taat pada aturan yang berlaku yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat dan sekaligus warga negara Indonesia sangat membutuhkan suatu aturan hukum yang dapat melindungi hak-hak warga negara, agar negara Indonesia ini terbebas dari berbagai Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), dan juga tindak kejahatan lainnya yang dapat merugikan warga negara atau masyarakat Indonesia. Sehingga negara ini mampu mencapai kesejahteraan, kualitas keamanan yang baik, adanya keadilan yang tidak memihak, menjadi negara yang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar