NAMA : AYU MAYLISA
KELAS :2EB22
NPM : 21210248
TUGAS 1
HUKUM PERDATA
1. HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam
masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil
dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Pengertian hukum privat (hukum perdata
materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar
perorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang
bersangkutan. Selain hukum privat
materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum
acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan
pengadilan perdata.
KEADAAN HUKUM
PERDATA DI INDONESIA
Mengenai
keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu
masih beraneka ragam. Factor yang mempengaruhinya antara lain :
1.
Factor etnis :
keanekaragaman adat di Indonesia
2.
Factor
historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk
Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
1.
Golongan eropa
: hukum perdata dan hukum dagang
2.
Golongna bumi
putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) : hukum adat
3.
Golongan timur
asing (bangsa cina, india, arab) : hukum masing-masing
Untuk golongan
warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa berlaku
sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan
harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang
mengenai hukum warisan.
Menurut ilmu
hukum/doktrin dibagi mejadi 4 bagian, yaitu :
·
Hukum tentang
diri seseorang (pribadi)
Mengatur
tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk
bertindak sendiri.
·
Hukum
kekeluargaan
Mengatur
perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta
hubungan dalam lapangan hukum kekayaan anatar suami istri, hubungan antara
orangtua dengan anak, perwalian dll.
·
Hukum kekayaan
Mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan uang, hak mutlak yang
memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dianamakan hak
kebendaan yang antara lain :
-
Hak seseorang pengarang atau karangannya
- Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak
pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak.
·
Hukum warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu,
hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
2. SEJARAH HUKUM PERDATA
1. HUKUM PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum
perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan
hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum
yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua
kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam
satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan
di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari
Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda.
Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu
pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas
konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab
Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka
berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai
disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER
disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] &
usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi
Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara].
Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi
yang bersifat nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek
kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam
perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini
selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi
bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan
Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober
1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda,
isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse
Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
2. HUKUM PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia,
maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia
Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya
serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah
panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi
yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan
hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia,
pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah
Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk
turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak
berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya
sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van
Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van
Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum
berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi
anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya
panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka
KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt.
Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan
pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan
aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap
dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan
Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang
Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN
PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan
Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud
dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah
hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah
dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya
mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang
Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
3. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK
TERTULIS
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya
diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan
pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI
keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan
demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia,
berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI
berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam
B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi
negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai
negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial
menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo,
SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan
yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak
tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia.
Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
4. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG
RI NO. 3 TAHUN 1963
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr.
Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963
yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi
Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di
dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :
1.
Pasal 108
& 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum
& untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya.
Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2.
Pasal 284 [3]
KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli.
Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum
antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan
antara semua WNI.
3.
Pasal 1682
KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.
4.
Pasal 1579
KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik barang
tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai
sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa
ini dijanjikan diperbolehkan
5.
Pasal 1238
KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat
diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan
tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa
pengiriman turunan suratgugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai
penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan
dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6.
Pasal 1460
KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu
barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas
tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan
tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan,
apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang
yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua
belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7.
Pasal 1603 x
ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu
pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan
5. HUKUM PERDATA NASIONAL
Hukum perdata Indonesia adalah
hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata
yang berlaku di Indonesia meliputi juga hukum perdata barat dan hukum
perdata nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia
Belanda yang berlaku di Indonesiaberdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD
1945, mis. BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang
diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat. Kriteria
bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :
a. Berasal dari hukum perdata
Indonesia. Hukum perdata barat sebagian sesuai dengan sistem nilai budaya
Pancasila. Hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila
dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat
diambil alih dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Disamping Hukum
perdata barat, juga hukum perdata tak tertulis yang sudah berkembang sedemikian
rupa sehingga mempunyai nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh
rakyatIndonesia. Dapat diambil dan dijadikan bahan hukum perdata nasional.
Untuk mengetahui hal ini tentunya dilakuan penelitian lebih dahulu terutama
melalui Yurisprudensi. Dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 Jo. Ketetapan MPR
No.II/MPR/1988 tentang GBHN, terutama pembangunan di bidang hukum antara lain
dinyatakan bahwa pembinaan hukum nasional didasarkan pada hukum yang hidup
didalam masyarakat . Hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diartikan antara
lain hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila,
hukum perdata tertulis buatan Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.
b. Berdasarkan Sistem Nilai Budaya
Pancasila. Hukum perdata nasional harus didasarkan pada sistem nilai budaya
Pancasila, maksudnya adalah konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam
pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Apabila nilai yang dimaksud adalah
nilai Pancasila maka sistem nilai budaya disebut sitem nilai budaya Pancasila.
Sistem nilai budaya demkian kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat sehingga
sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya
Pancasila berfungsi sebagai sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan hukum
& perilaku anggota masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat
diuji benarkah peraturan hukum perdata barat. Hukum perdata tidak tertulis,
buatan hakim/yurisprudensi & peraturan hukum adat yang akan diambil sebagai
bahan hukum perdata nasional bersumber, berpedoman, apakah sudah sesuai dengan
sistem nilai budaya Pancasila? Jika jawabnya YA benarkah peraturan hukum
perdata yang diuraikan tadi dijadikan hukum perdata nasional.
c. Produk Hukum Pembentukan Undang
– Undang Indonesia. Hukum perdata nasional harus produk hukum pembuat
Undang-Undang Indonesia. Menurut UUD 1945 pembuat Undang-Undang adalah
Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat 1 UUD 1945]. Dalam GBHN-pun
digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum nasional diarahkan pada
bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hukum perdata nasional
perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang bahkan diusahakan dalam bentuk
kondifikasi. Jika dalam bentuk Undang-Undang maka hukum perdata nasional harus
produk hukum pembentukan Undang-Undang Indonesia. Contoh Undang-Undang
Perkawinan No.1/1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.
d. Berlaku Untuk Semua Warga
Negara Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku untuk
semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan tanpa memandang SARA.
Warga Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban yang secara
keseluruhan membentuk satu bangsa merdeka yaituIndonesia. Keberlakuan hukum
perdata nasional untuk semua WNI berarti menciptakan unifikasi hukum sesuai
dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat diskriminatif sisa politik hukum kolonia
Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang sudah dikenal, diikuti dan
berlaku umum dalam masyarakat.
e. Berlaku Untuk Seluruh Wilayah Indonesia. Hukum
perdata nasional harus berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah
wilayah negara RI termasuk perwakilan Indonesia di luar negeri.
Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI di seluruh wilayah Indonesia merupakan
unifikasi hukum perdata sebagai pencerminan sistem nilai budaya Pancasila
terutama nilai dalam sila ke tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai
dengan GBHN mengenai pembinaan hukum nasional.
3.
Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Yang dimaksud
dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di
dalam masyarakat.
Perkataan
Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan
dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk hukum
privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan hukum sipil,
tetapi oleh Karena perkataan sipiil juga digunakan sebagai lawan dari militer
maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan
hukum Privat materiil ( Hukum Perdata Materiil ).Dan pengertian dari Hukum
Perdata ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara
perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang
bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban
seseorang dengan seseuatu pihak secara timbale balik dalam hubungannya terhadap
orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping
hukum privat materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal
sekarang yaitu dengan HAP ( Hukum Acara Perdata ) atau proses perdata yang
artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya
melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.Di dalam pengertian
sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan hukum
perdata dewasa ini di Indonesia.
Mengenai
keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih
bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna.
Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2
faktor yaitu :
1. factor
ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara
kita Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
2. factor
hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
• Golongan
eropa dan yang dipersamakan.
• Golongan
bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
• Golongan
timur asing ( bangsa cina, India, arab ).
Dan pasal
131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas .
Adapun hukum
yang diperlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
• Bagi
golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku huku perdata dan hukum dagang
barat yang diselenggarakan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negara
belanda berdasarkan azas konkordinasi.
• Bagi
golongan bumi putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu
hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar
dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat.
• Bagi
golongan timur asing berlaku hukum masing-masing , dengan catatan bahwa
golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada
hukum eropa barat baik secara keseluruhan maupun untuk macam tindakan hukum
tertentu saja.
Peraturan –
peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
• Ordonansi
perkawinan bangsa Indonesia Kristen ( staatsblad 1933 bno 7.4 ).
• Organisasi
tentang maskapai andil Indonesia ( IMA ) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717.
Dan ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara , yaitu :
•
Undang-undang hak pengarang ( auteurswet tahun 1912 ).
• Peraturan
umum tentang koperasi ( saatsblad 1933 no 108 ).
• Ordonansi
woeker ( saatsblad 1938 no 523 ).
• Ordonansi
tentang pengangkutan di udara ( staatsblad 1938 no 98 )
4. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Menurut ilmu
pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu
:
1. Hukum
tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur
tentang :
a. Orang
sebagai subjek hukum.
b. Orang dalam
kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan
hak-haknya itu.
2. Hukum
kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan,
perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta
kekayaan suami dan istri.
b. Hubungan
hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke
macht).
c. Perwalian
(voogdij).
d. Pengampunan
(curatele).
3. Hukum
kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan
ini meliputi :
a. Hak mutlak
ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
b. Hak
perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak
tertentu saja.
4. Hukum waris
(erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal
dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta
warisan yang ditinggalkan seseorang.
SISTEMATIKA
HUKUM PERDATA
Sistematika
hukum di Indonesia ada dua pendapat, yaitu :
Dari
pemberlaku undang-undang
Buku I
: Berisi mengenai orang
Buku II
: Berisi tentang hal benda
Buku III
: Berisi tentang hal perkataan
Buku
IV
: Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa
http://rgs-artikel-hukum.blogspot.com/2010/09/sejarah-singkat-hukum-perdata-indonesia.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/ http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/ http://lirin021206.wordpress.com/2011/04/08/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar