Nama :
Ayu Maylisa
Npm :
21210248
Kelas :
2 EB 22
TUGAS I
HUKUM PERIKATAN
1. Pengertian hukum Perikatan
Pekataan “perikatan” (verbintenis)
mempunya artiyang lebih luias dari perkataan “. Adapun yang dimaksud dengan
perkataan”perikatan” adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta
benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang
lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan ini.
Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”.
Sedangkan pihak yang wajib memenuhi tututan dinamakan pihak berhutang atau
“debitur”. Adapun barang-barang yang dapat dituntutdinamakan “prestasi”yang
menurut undang-undang berupa
1. Menyerahkan
suatu barang
2. Melakukan
suatu perbuatan
3. Tidak
melakukan suatu perbuatan
Mengenai sumber-sumber perikatan dalam
undang-undang diterangkan bahwasuatu perikatan dapat lahir dari suatu
persetujuaan (perjanjiaan) atau dari undang-undang. Perikatan yang lahir dari
undang-undang dapat dibagi atas perikatan-perikatan yang lahir atas
undang-undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan
seseorang. Yang belakangan ini dapat dibagi lagi atas, perikatan-perikatan yang
lahirdari suatu perbuatan yang diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang
berlawanan dengan hukum.
2. Dasar Hukumnya
Dasar
Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum
dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :
- Perikatan
yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
- Perikatan
yang timbul dari undang-undang
- Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan
undang-undang :
- Perikatan ( Pasal 1233 KUH
Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,
atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- Persetujuan ( Pasal 1313 KUH
Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih.
- Undang-undang ( Pasal 1352 KUH
Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari
undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3. Asas-asasnya
1. Asas-asas
dalam hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata yakni menganut asas
kebebasan berkontrak dan konsensualisme
·
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang
menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para
pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
·
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320
KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari pejanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap
untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut
hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai
suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
4. Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Wan Prestasi..
Bentuk
Wan Prestasi
Ada
beberapa bentuk Wan Prestasi
2. Tidak
mememnuhi prestasi sama sekali
3. Terlambat
mememnuhi prestasi
4. Memenuhi
prestasi secara tidak baik
Dalam hal penetapan lalai, memngingat
adanya bentuk wanprestasi maka penetapan lalai ada yang diperlukan ada yang
tidak dibutuhkan. Apabila debitur tidak memenuhi sama sekali pernyataan lalai
tidak diperlukan,kreditur langsung minta ganti kerugian. Dalm hal debitur
terlambat memenuhi prestasdi mak pernyataan lalai diperlikan karena debitur
masih dianggap berprestasi. Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge
Raad berpendapat ppernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain,apabila karena
kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang
positif,pernyataan lalai tidak perlu.
Pemutusan perjanjian yang positif adalah
dengan prestasi debitur yang keliru itu menyebabkan kerugian kepada milik
lainnya dari debitur, misalnya dipesan jeruk bali dikirim barang lain yang
sudah busuk sehingga menyebabkan jeruk-jeruk lainnya yang dari kreditur menjadi
bisuk. Sedangkan pemutusan perjanjian yang negative adalah dengan prestasi
debitur yang keliru tidak menimbulkan kerugian pada milik lain kreditur. Dalam
hal ini maka pernyataan lalai itu diperlukan.
Wanprestasi
membawa akibat yang merugikan bagi debitur karena sejak saat itu debitur harus
1. Mengganti
kerugiaan
2. Benda
yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban
menjadi tanggung jawab debitur
3. Jika
perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbale balik,kreditur dapat meminta
pembatalan (pemutusan) perjanjian
Dalam
hal ini debitur melakukan wanprestasi maka kreditur dapat menuntut salah satu
dari lima kemungkinan sebagai berikut
1. Dapat
menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian
2. Dapat
menuntut pemenuhan perjanjian
3. Dapat
menuntut penggantian kerugian
4. Dapat
menuntut pembatalan dan penggantian kerugian
5. Dapat
menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian
Referensi