NAMA: AYU MAYLISA
NPM : 21210248
KELAS: 2 EB 22
PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
·
Prinsip
Munkner
·
Prinsip
Rochdale
·
Prinsip
Raiffeisen
·
Prinsip
Herman Schulze
·
Prinsip
ICA (International Cooperative Allience)
·
Prinsip
Koperasi Indonesia versi UU No. 12 tahun 1967
PRINSIP-PRINSIP MUNKNER
·
Keanggotaan
bersifat sukarela
·
Keanggotaan
terbuka
·
Pengembangan
anggota
·
Identitas
sebagai pemilik dan pelanggan
·
Manajemen
dan pengawasan dilaksanakan secara demokratis
·
Koperasi
sbg kumpulan orang-orang
·
Modal
yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
·
Efisiensi
ekonomi dari perusahaan koperasi
·
Perkumpulan
dengan sukarela
·
Kebebasan
dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
·
Pendistribusian
yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
·
Pendidikan
anggota
PRINSIP ROCHDALE
·
Pengawasan
secara demokratis
·
Keanggotaan yang
terbuka
·
Bunga atas modal
dibatasi
·
Pembagian sisa
hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing anggota
·
Penjualan
sepenuhnya dengan tunai
·
Barang-barang
yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
·
Menyelenggarakan
pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
·
Netral terhadap
politik dan agama
PRINSIP RAIFFEISEN
·
Swadaya
·
Daerah kerja
terbatas
·
SHU untuk
cadangan
·
Tanggung jawab
anggota tidak terbatas
·
Pengurus bekerja
atas dasar kesukarelaan
·
Usaha hanya
kepada anggota
·
Keanggotaan atas
dasar watak, bukan uang
PRINSIP HERMAN SCHULZE
·
Swadaya
·
Daerah kerja tak
terbatas
·
SHU untuk
cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
·
Tanggung jawab
anggota terbatas
·
Pengurus bekerja
dengan mendapat imbalan
·
Usaha tidak
terbatas tidak hanya untuk anggota
PRINSIP ICA
·
Keanggotaan
koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan
yang dibuat-buat
·
Kepemimpinan
yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
·
Modal menerima
bunga yang terbatas (bila ada)
·
SHU dibagi 3 :
cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
·
Semua koperasi
harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
·
Gerakan koperasi
harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional, nasional
maupun internasional
PRINSIP / SENDI KOPERASI MENURUT UU NO. 12/1967
·
Sifat
keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
·
Rapat anggota
merupakan kekuasaan tertinggi sebagai
pemimpin demokrasi dalam koperasi
·
Pembagian SHU
diatur menurut jasa masing-masing anggota
·
Adanya
pembatasan bunga atas modal
·
Mengembangkan
kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
·
Usaha dan
ketatalaksanaannya bersifat terbuka
·
Swadaya,
swakarta dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri
sendiri
Contoh Kasus Prinsip Koperasi
1.
Kasus Koperasi Karangasem
Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini
lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM
ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut.
Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede
Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan
kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM
tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat
berpendidikan tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment,Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta. Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Secara akal sehat, tentunya sangat tidak masuk akal bahwa produk investasi KKM bisa menawarkan keuntungan yang begitu tinggi (150% per tiga bulan alias 600% per tahun). Perlu diingat, return 150% hanya untuk nasabah saja, belum termasuk biaya operasional dan margin bagi KKM. Artinya, KKM harus menginvestasikan modal nasabah dengan return di atas angka 150% tersebut dalam waktu tiga bulan, agar skema capital investment tidak ambruk. Ini tentunya boleh dikatakan mustahil bisa bertahan lama.
Penyelesaian :
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment,Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta. Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Secara akal sehat, tentunya sangat tidak masuk akal bahwa produk investasi KKM bisa menawarkan keuntungan yang begitu tinggi (150% per tiga bulan alias 600% per tahun). Perlu diingat, return 150% hanya untuk nasabah saja, belum termasuk biaya operasional dan margin bagi KKM. Artinya, KKM harus menginvestasikan modal nasabah dengan return di atas angka 150% tersebut dalam waktu tiga bulan, agar skema capital investment tidak ambruk. Ini tentunya boleh dikatakan mustahil bisa bertahan lama.
Penyelesaian :
Menurut saya, kasus seperti ini bisa terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai system bernasabah yang
sehat di sebuah koperasi. Terlebih lagi mayoritas masyarakat di karangasem
tergolong ekonomi kurang, jelas saja ketika di iming-imingi oleh keuntungan
yang mencapai 150% dari modal yang diberikan mereka langsung tergiur untuk
menanamkan modalnya tanpa berpikir panjang. Padahal kalau mereka berpikir
panjang, mereka tentu tidak akan percaya dengan iming-iming itu, karena itu
sungguh tidak masuk akal. Menurut saya sebaiknya pemerintah pusat melakukan
suatu penyuluhan yang memberikan informasi dan pengetahuan lebih tentang konsep
koperasi itu seperti apa, dan koperasi yang sehat itu seperti apa, sehingga
warga tidak lagi tertipu dengan iming-iming yang tak masuk akal itu. Dan
sebaiknya kasus yang telah terjadi di karangasem ini ditindak lanjuti secara
tegas oleh pihak kepolisian agar oknum-oknum tersebut tidak melakukan penipuan
lagi di daerah yang lain s prinsip koperasi.
2. Kasus
koperasi Di Semarang Jawa Tengah
Perkembangan
BMT menurut Ikhwan dan diperkuat lagi dengan
penelitian Rahman yang mengukur tingkat kesejahteraan kinerja keuangan 228 BMT
di Jawa Tengah termasuk di Kota Semarang menunjukkan bahwa 66, 23 % BMT cukup
sehat, dan 23,25 % berada dalam keadaan kurang sehat dan 3,07 dalam keadaan
tidak sehat. Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh BMT tidak hanya pada
legitimasi dan dasar legal formal atas eksistensi BMT saja, tetapi lebih dari
itu. Dalam prakteknya juga menghadapi kendala operasional, misalnya konsistensi
penerapan prinsip – prinsip syar’i yang menjadi Sumber rujukan segala
aktifitasnya. Sebagai contoh keharusan adanya jaminan dalam setiap akad
pemberian kredit (pembiayaan) baik menggunakan skema akad mudharabah, atau
musyarakah, bai almuarabahah, atau juga menggunakan gadai (rahn). Hampir dalam
setiap bentuk akad yang diterapkan selalu mempersyaratkan adanya barang
jaminan. Padahal jika kita melihat aturannya tidak semua akad pembiayaan
(kredit) harus disertai dengan adanya barang jaminan. Misalnya akad mudharabah,
qardul hasan dll.Persyaratan adanya jaminan sebetulnya menjadi wajar karena hal
tersebut juga tersirat menurut dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Di sana
disebutkan bahwa jaminan (agunan) merupakan “keharusan” dalam beberapa produk
lembaga keuangan syari’ah. Penggunaan jaminan dalam semua akad tersebut seakan
menjadi keharusan. Padahal jika dirunut akar syar’i, hanya dalam akad gadai
saja yang secara eksplisit terdapat keharusan menyerahkan jaminan. Ini berarti
ada penyimpangan dalam operasionalisasi BMT karena praktek semacam itu pada
hakekatnya tidak jauh berbeda dengan Praktek Bank konvensional yang berprinsip tidak
ada kredit tanpa jaminan.
Masalah
lain yang juga menjadi concern BMT adalah masalah implementasi penerapan hukum
jaminan. Dalam lembaga keuangan konvensional, kegiatan pinjam-meminjam (kredit)
dilakukan dengan menggunakan pembebanan hak tanggungan atau hak jaminan
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5
Tahun1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti
dari lembaga Hipotek atas tanah. Akan tetapi di banyak BMT, masih sedikit BMT
yang telah menerapkan hukum jaminan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.
Kasus koperasi bodong
Nasabah Koperasi Bodong Resah. Dana
Ratusan Juta Digelapkan Negara (Bisnis Bali) – Ratusan nasabah koperasi Sumber
Insan Mandiri (SIM) Cabang Pembantu Negara yang terletak di Jalan Raya
Denpasar-Gilimanuk Desa Mendoyo Dauh Tukad, Mendoyo resah. Dana milik 190
nasabah yang berjumlah Rp 678 juta diduga digelapkan. Akibatnya, koperasi ini
terus saja didatangi para nasabah yang ingin menagih dana mereka namun tidak
bisa dikembalikan oleh General Manajer Koperasi SIM Cabang Negara Made Suarta.
Kantor koperasi ini akhirnya ditutup sejak Jumat (23/7) lalu, setelah dilakukan
rapat. Menyikapi permasalahan ini, Camat Mendoyo Nengah Ledang Jumat (30/7)
kemarin memanggil GM Koperasi Made Suarta untuk meminta keterangan terkait
masalah koperasi yang kini meresahkan warga Mendoyo ini. Pertemuan yang
dilaksanakan di Kantor Desa Mendoyo Dauh Tukad selain dihadiri camat dan GM
koperasi juga dihadiri Kakankesbanglinmas Pemkab Jembrana, perwakilan dari
Disperindagkop, Perbekel Mendoyo Dauh Tukad. Nengah Ledang mengatakan, pihaknya
baru mengetahui keberadaan koperasi ini setelah diberi tahu oleh
Kakankesbanlinmas Suherman kalau ada koperasi yang mau kolaps di Mendoyo.
Kemudian pihaknya melakukan pengecekan dan ternyata koperasi ini tidak
terdaftar dan tidak ada izinnya. ”Kami sudah cek tidak terdaftar di kecamatan
maupun di kabupaten, padahal sudah berdiri sejak dua tahun lalu di Mendoyo,”
katanya. Menurut Ledang, saat pihaknya rapat dengan GM Koperasi Made Suarta
dijelaskan kalau jumlah nasabah 190 orang dengan pegawai 9 orang. Koperasi ini
berdiri di Mendoyo sejak tahun 2008. Kebanyakan nasabah dari Pohsanten dan
Mendoyo Dauh Tukad. Uang yang masuk dari nasabah mencapai Rp 600 juta lebih.
“Dari pengakuan Suarta, dana itu disetorkan ke pusat Rp 200 juta. Sisanya tidak
dijelaskan secara mendetail dan belum dipertanggungjawabkan. Kemungkinan
dipakai untuk membayar pegawai, karena gajinya Rp 1,2 juta, dan mungkin juga
untuk ATK dan operasional lainnya,” katanya. Menurut Ledang, sebelumnya Dinas
Perindagkop sudah tahu kalau ada koperasi ini berdiri di Mendoyo dan sudah
pernah diingatkan untuk mengurus izin. “Kami sudah sempat meminta nama-nama
nasabah namun masih disembunyikan. Demikian juga rincian gaji pegawai juga
belum diberi. ”Sekarang kami hanya berusaha meredam para nasabah saja agar
bersabar dan tidak terpancing emosi dan tidak melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan, sehingga tercipta kondisi yang aman,” katanya. Sementara itu dari
pengamatan di kantor Koperasi Sumber Insan Mandiri kemarin sudah tidak ada
aktivitas di kantor tersebut. Kantor tampak tutup dan pintu gerbangnya
digembok. Hanya lampu depan kantor yang masih tampak menyala. Papan nama kantor
juga masih dipasang dan di papan tersebut tertulis kalau koperasi itu berbadan
hukum nasional 58/pad/meneg.1/2004. Salah seorang warga yang berada di depan
kantor koperasi itu, koperasi itu memang banyak nasabahnya. Kemudian ditutup
karena ada masalah. “Badan hukum dicantumkan itu bodong, hanya untuk mengibuli
nasabah,” kata salah seorang warga.
Penyelesaiannya :
Menurut saya, pihak pemerintahan
setempat harus lebih memperhatikan perkembangan koperasi yang ada di daerahnya,
jangan sampai ada koperasi yang berdiri tanpa ijin dan melakukan
penyelewengan-penyelewengan, karena hal tersebut bisa berdampak pada warga
masyarakat yang pada dasarnya kurang memahami mekanisme dalam sebuah koperasi yang
“sehat”. Pemerintah setempat juga seharusnya memberikan penyuluhan kepada
warganya mengenai ciri-ciri koperasi yang “sehat” dan koperasi yang “nakal”,
agar warganya dapat mengambil keputusan yang tepat dalam memilih sebuah
koperasi yang bisa dipercayai dalam mengelola dana mereka.
4.
Kasus Koperasi Serba Usaha
Puluhan nasabah Koperasi Serba Usaha
(KSU) Binar Sejahtera, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menjadi korban penipuan
ketua koperasi tersebut. Salah satu korban penipuan menjelaskan sudah empat
tahun ini, sejumlah surat berharga milik anggota koperasi, seperti Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB) dan surat sertifikat tanah dilarikan oleh Kepala KSU
Bina Sejahtera. Surat-surat berharga tersebut merupakan jaminan atas pinjaman
kredit yang dilakukan oleh para nasabah. Padahal para korban telah melunasi
uang pinjaman pada koperasi. Sebelumnya arogansi dari manajemen koperasi
tersebut juga telah ditunjukkan dengan dilakukannya penyitaan pada benda-benda
milik para nasabah, seperti televisi, jika para nasabah terlambat membayar
angsuran pelunasan pinjaman tersebut. Seorang korban lainnya mengatakan, akibat
sertifikat tanahnya tidak segera dikembalikan oleh ketua koperasi tersebut,
dirinya harus menunda kepentingan dirinya, seperti melakukan pinjaman lain. Oleh
karena itu, kalangan nasabah korban penipuan tersebut menuntut pengembalian
surat-surat berharga milik para nasabah yang sebelumnya menjadi jaminan
sesegera mungkin. Jika dalam batas waktu dua minggu tidak ada pengembalian dari
pihak KSU Bina Sejahtera, lanjutnya, para nasabah akan melaporkan kasus
tersebut ke Kepolisian Resor Sragen.
Penyelesaiannya :
Menurut saya kasus puluhan nasabah
Koperasi Serba Usaha (KSU) Binar Sejahtera sudah mencapai tahap yang rumit di
mana pengurus koperasi tidak mau mengembalikan barang jaminan pinjaman anggota
sedangkan pinjaman anggota semua sudah dikembalikan. Namun sikap yang harus
dicontoh dari para anggota koperasi, mereka masih memiliki niat untuk
menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan memberi waktu selama 2
minggu kepada pengurus koperasi. Hal ini sesuai dengan salah satu asas koperasi
yaitu kekeluargaan. Menurut saya sebaiknya diadakan pertemuan terlebih dahulu
antara pengurus dengan para anggota agar dapat menemukan kesepakatan bagaimana
masalah ini dapat segera diselesaikan secara adil. Apabila pihak pengurus tetap
tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah, maka sebaiknya para
anggota melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib karena ada ketidakadilan
yang terjadi pada mereka. Harapannya agar pihak berwajib dapat menyelesaikan
masalah ini secara hukum agar anggota masyarakat mendapat keadilan. Untuk
anggota koperasi agar hal ini tidak terjadi lagi sebaiknya sebelum masuk ke
dalam anggota koperasi, harus melihat secara lebih dalam apakah pengurus
koperasi dapat dipercaya karena ini berurusan dengan masalah uang.
Pengertian
dan Cara Menhgitung Sisa Hasil Usaha Koperasi
Sisa
Hasil Usaha ( SHU ) Koperasi seringkali diartikan keliru oleh pengelola
koperasi. SHU Koperasi dianggap sama saja dengan deviden sebuah PT, padahal
terminology SHU jelas, bahwa SHU adalah “Sisa” dari Usaha koperasi yang
diperoleh setelah kebutuhan anggota terpenuhi. Dalam Manajemen koperasi Sisa hasil usaha (SHU)
memang diartikan sebagai selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total
(total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam
satu tahun buku. Bahkan dalam jika ditinjau pengertian SHU dari aspek
legalistik, menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45
adalah sebagai berikut:
1. SHU
koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku
dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun
buku yang bersangkutan.
2. SHU
setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha
yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan
untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan
keputusan Rapat Anggota.
3. Besarnya
pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Pengertian diatas harus dipahami bahwa SHU bukan deviden seperti PT tetapi keuntungan usaha yang dibagi sesuai dengan aktifitas ekonomi angoota koperasi, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Artinya, semakin besar transaksi(usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan Salah satu pembeda usaha koperasi dengan usaha lainnya. Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
Pengertian diatas harus dipahami bahwa SHU bukan deviden seperti PT tetapi keuntungan usaha yang dibagi sesuai dengan aktifitas ekonomi angoota koperasi, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Artinya, semakin besar transaksi(usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan Salah satu pembeda usaha koperasi dengan usaha lainnya. Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU
total koperasi pada satu tahun buku
2. Bagian
(presentase) SHU anggota
3. Total
simpanan seluruh anggota
4. Total
seluruh transaksi usaha(volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5. Jumlah
simpanan per anggota
6. Omzet
atau volume usaha per anggota
7. Bagian(presentase)
SHU untuk simpanan anggota
8. Bagian
(presentase) SHU untuk transaksi usaha anggota
SHU
koperasi dibagikan kepada anggota koperasi berdasarakan dari dua kegiatan
ekonomi koperasi yang dilakukan oleh anggota
sendiri, yaitu:
1. SHU
atas jasa modal pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik
ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanannya) tetap diterima oleh
koperasi sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang
bersangkutan.
2. SHU
atsa jasa usaha jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga
sebagai pemakai atau pelanggan
Secara
umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada
anggaran dasar atau anggaran dalam rumah tangga koperasi sebagai berikut:
1. Cadangan
koperasi
2. Jasa
anggota
3. Dana
pengurus
4. Dana
karyawan
5. Dana
pendidikan
6. Dana
sosial
7. Dana
untuk pembangunan lingkungan
RUMUS PERHITUNGAN SHU
>>SHU per anggota<<
SHUA = JUA + JMA
Di mana :
SHUA = Sisa Hasil Usaha
Anggota
JUA = Jasa Usaha Anggota
JMA = Jasa Modal Anggota
>>SHU per anggota dengan model
MATEMATIKA<<
SHU Pa = VA/VUK . JUA + Sa/TMS .
JMA
Dimana :
SHU Pa : Sisa Hasil Usaha per
Anggota
JUA : Jasa Usaha Anggota
JMA : Jasa Modal Anggota
VA : Volume
usaha Anggota (total transaksi anggota)
VUK : Volume usaha total
koperasi (total transaksi Koperasi)
Sa : Jumlah
simpanan anggota
TMS : Modal sendiri total (simpanan
anggota total)
Contoh
kasus SHU cadanagan 40
1.
Koperasi “Mandiri Bahagia” yang jumlah simpanan
pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 100.000.000,- menyajikan
perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2007 sebagai berikut :
Penjualan Rp 460.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp
400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi
sebagai berikut:
• Cadangan Koperasi 40%
• Jasa Anggota 25%
• Jasa Modal 20%
• Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
a. Perhitungan pembagian SHU
a. Perhitungan pembagian SHU
b. Jurnal pembagian SHU
c. Perhitungan persentase jasa
modal
d. Perhitungan persentase jasa
anggota
e. Hitung berapa yang diterima
Nona Yohana (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan
wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi Mandiri Bahagia
senilai Rp 920.000,-
JAWABAN
a. Perhitungan pembagian SHU
a. Perhitungan pembagian SHU
Keterangan SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota 25% Rp
10.000.000,-
Jasa Modal 20% Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% Rp
6.000.000,-
Total 100% Rp 40.000.000,-
b. Jurnal
SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi Rp
16.000.000,-
Jasa Anggota Rp 10.000.000,-
Jasa Modal Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain Rp 6.000.000,-
c. Persentase jasa modal
(Bagian SHU untuk jasa modal :
Total modal) x 100%
= (Rp 8.000.000,- : Rp
100.000.000,-) x 100% = 8%
Keterangan:
-
Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
-
Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang
d. Persentase jasa anggota
(Bagian SHU untuk jasa anggota
: Total Penjualan Koperasi) x 100%
= (Rp 10.000.000,- : Rp
460.000.000,-) x 100% = 2,17%
Keterangan:
-
perhitungan di atas adalah untuk koperasi konsumsi
- untuk
koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman
e. Yang diterima Nona Yohana:
- Jasa modal = (Bagian SHU
untuk jasa modal : Total modal) x Modal Nona Yohana
= (Rp 8.000.000,- : Rp
100.000.000,-) x Rpo 500.000,- = Rp
40.000,-
- Jasa anggota = (Bagian SHU
untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Nona Yohana
= (Rp 10.000.000,- : Rp
460.000.000,-) x Rp 920.000,- = Rp
20.000,-
Jadi yang diterima Nona
Yohana adalah Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-
2. Koperasi Permata memiliki
usaha minimarket yang menjual berbagai barang kebutuhan anggota. Apabila barang
yang dijual diklasifikasikan menjadi 4 sebagai berikut :
1. Kelompok barang A
Barang yang
margin keuntungannya rendah (di bawah 20%) dan harga barangnya relative rendah
(per unit kurang dari Rp. 20.000)
2. Kelompok barang B
Barang yang
margin keuntungannya rendah (di bawah 20%) dan harga barangnya relative tinggi
(per unit lebih dari Rp. 20.000)
3. Kelompok barang C
Barang yang
margin keuntungannya tinggi/sedang (di atas 20%) dan harga barangnya relative
tinggi (per unit lebih dari Rp. 20.000)
4. Kelompok barang D
Barang yang
margin keuntungannya tinggi/sedang (di atas 20%) dan harga barangnya relative
rendah (per unit kurang dari Rp. 20.000)
Rapat
anggota dapat memutuskan klasifikasi point per transaksi, misalnya :
1. Transaksi pada kelompok
barang A senilai Rp. 10.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
2. Transaksi pada kelompok
barang B senilai Rp. 20.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
3. Transaksi pada kelompok
barang C senilai Rp. 15.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
4. Transaksi pada kelompok
barang D senilai Rp. 5.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
Ibu Ayu
adalah anggota koperasi permata yang rajin berbelanja, di mana dalam satu
tahun, nilai belanja sebagai berikut :
· kelompok
barang A sebesar Rp. 100.000
· kelompok
barang B sebesar Rp. 100.000
· kelompok
barang C sebesar Rp. 150.000
· kelompok
barang D sebesar Rp. 200.000
Dari
transaksi tersebut, maka Ibu Ayu mendapatkan jumlah point sebanyak 65 point,
yaitu dari transaksi :
· barang
A mendapat 10 point (Rp. 100.000 / Rp. 10.000)
· barang
B mendapat 5 point (Rp. 100.000 / Rp. 20.000)
· barang
C mendapat 10 point (Rp. 150.000 / Rp. 15.000)
· barang
D mendapat 40 point (Rp. 200.000 / Rp. 5.000)
Pak Zaki
yang juga anggota koperasi permata namun malas berbelanja, di mana dalam satu
tahun, nilai belanja sebagai berikut :
· kelompok
barang A sebesar Rp. 10.000
· kelompok
barang B sebesar Rp. 20.000
· kelompok
barang C sebesar Rp. 15.000
· kelompok
barang D sebesar Rp. 20.000
Dari
transaksi tersebut, maka Pak Zaki mendapatkan jumlah point sebanyak 7 point,
yaitu dari transaksi :
· barang
A mendapat 1 point (Rp. 10.000 / Rp. 10.000)
· barang
B mendapat 1 point (Rp. 20.000 / Rp. 20.000)
· barang
C mendapat 1 point (Rp. 15.000 / Rp. 15.000)
· barang
D mendapat 4 point (Rp. 20.000 / Rp.5.000)
nilai total
SHU sebesar Rp. 20.000.000, dan berdasarkan ketentuan AD/ART nilai SHU yang
dibagikan untuk anggota misalnya ditetapkan 20%, maka nilai SHU untuk adalah
Rp. 20.000.000 x 20% = Rp. 4.000.000. pada tahun tersebut, total point
transaksi tercatat sebanyak 1.000 point, sehingga nilai SHU tiap point adalah
Rp.
4.000.000 / 1.000 point = Rp. 4.000 per point. Maka nilai SHU yang diterima Ibu
Ayu adalah Rp. 4.000 x 65 point = Rp. 260.000, sednagkan nilai SHU Pak Zaki
hanya sebesar Rp. 4.000 x 7 point = Rp. 28.000.
3. Pada Koperasi Merdeka
setelah dilakukan tutup buku di akhir periode ternyata didapatkan Sisa Hasil
Usaha (SHU) sebesar Rp. 30.000.000,00. Hasil ini sudah dikurangi oleh pajak dan
biaya – biaya lainnya. Sesuai dengan Rapat anggota yaitu Anggaran Dasar (AD)
dan Anggaran Rumah Tangga (ART) koperasi telah ditetapkan presentase besarnya
pembagian SHU untuk setiap bagian, yaitu :
a. Jasa Modal 20%
b. Jasa Anggota 30%
c. Cadangan 15%
d. Dana Pengurus 15%
e. Dana Sosial 10%
f. Dana Pendidikan 10%
Dan perhitungan SHU diatas adalah sebagai berikut :
1.
Jasa Modal = 20/100 x 30.000.000 = 6.000.000
2.
Jasa Anggota = 30/100 x 30.000.000 = 9.000.000
3.
Cadangan = 15/100 x 30.000.000 = 4.500.000
4.
Dana Pengurus = 15/100 x 30.000.000 = 4.500.000
5.
Dana Sosial = 10/100 x 30.000.000 = 3000.000
6.
Dana pendidikan = 10/100 x
30.000.000 = 3.000.000
Kita ketahui sesuai dengan AD Dan ART besarnya SHU
untuk dana pendidikan sebesar 3.000.000 tetapi pada kenyataan
dana tersebut diambil alih oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi dengan
dalih untuk biaya study banding tetapi pada kenyataannya uang tersebut tidak
dipakai semestinya. Disini terjadi penyelewengan dana (korupsi)
Penyelesaian :
Menurut saya, hal seperti contoh kasus diatas
seharusnya bisa di antisipasi dengan cara anggota harus lebih aktif dan tanggap
dalam berbagai hal. Misalnya saja anggota harus ikut aktif dalam penyaluran
dana koperasi,dan setiap anggota harus memegang bukti transaksi dari penggunaan
dana koperasi tersebut. Namun bukti transaksi saja sepertinya belum cukup untuk
mengantisipasi terjadinya penyelewengan dana, sebab dengan kemajuan teknologi
yang ada, bukti transaksi pun bisa dimanipulasi, oleh sebab itu setiap anggota
harus benar-benar waspada dan selalu mengawasi setiap adanya penyaluran dana
koperasi,sehingga dana koperasi tersebut benar-benar digunakan sesuai dengan
ketetapan yang telah ditentukan dalam rapat anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar