Jumat, 16 Desember 2011

TUGAS PRINSIP KOPERASI dan SHU


NAMA: AYU MAYLISA
NPM   : 21210248
KELAS: 2 EB 22

PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
·         Prinsip Munkner
·         Prinsip Rochdale
·         Prinsip Raiffeisen
·         Prinsip Herman Schulze
·         Prinsip ICA (International Cooperative Allience)
·         Prinsip Koperasi Indonesia versi UU No. 12 tahun 1967
PRINSIP-PRINSIP MUNKNER
·         Keanggotaan bersifat sukarela
·         Keanggotaan terbuka
·         Pengembangan anggota
·         Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
·         Manajemen dan pengawasan dilaksanakan secara demokratis
·         Koperasi sbg kumpulan orang-orang
·         Modal yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
·         Efisiensi ekonomi dari perusahaan  koperasi
·         Perkumpulan dengan sukarela
·         Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
·         Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
·         Pendidikan anggota
PRINSIP ROCHDALE
·         Pengawasan secara demokratis
·         Keanggotaan yang terbuka
·         Bunga atas modal dibatasi
·         Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing anggota
·         Penjualan sepenuhnya dengan tunai
·         Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
·         Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
·         Netral terhadap politik dan agama
PRINSIP RAIFFEISEN
·         Swadaya
·         Daerah kerja terbatas
·         SHU untuk cadangan
·         Tanggung jawab anggota tidak terbatas
·         Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
·         Usaha hanya kepada anggota
·         Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
PRINSIP HERMAN SCHULZE
·         Swadaya
·         Daerah kerja tak terbatas
·         SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
·         Tanggung jawab anggota terbatas
·         Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
·         Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
PRINSIP ICA
·         Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan  yang dibuat-buat
·         Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
·         Modal menerima bunga yang terbatas (bila ada)
·         SHU dibagi 3 : cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
·         Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
·         Gerakan koperasi harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional
PRINSIP / SENDI KOPERASI MENURUT UU NO. 12/1967
·         Sifat keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
·         Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi  sebagai pemimpin demokrasi dalam koperasi
·         Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
·         Adanya pembatasan bunga atas modal
·         Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
·         Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
·         Swadaya, swakarta dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri

Contoh Kasus Prinsip Koperasi   
1.      Kasus Koperasi Karangasem
Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat berpendidikan tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment,Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta. Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Secara akal sehat, tentunya sangat tidak masuk akal bahwa produk investasi KKM bisa menawarkan keuntungan yang begitu tinggi (150% per tiga bulan alias 600% per tahun). Perlu diingat, return 150% hanya untuk nasabah saja, belum termasuk biaya operasional dan margin bagi KKM. Artinya, KKM harus menginvestasikan modal nasabah dengan return di atas angka 150% tersebut dalam waktu tiga bulan, agar skema capital investment tidak ambruk. Ini tentunya boleh dikatakan mustahil bisa bertahan lama.
Penyelesaian :
Menurut saya, kasus seperti ini bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai system bernasabah yang sehat di sebuah koperasi. Terlebih lagi mayoritas masyarakat di karangasem tergolong ekonomi kurang, jelas saja ketika di iming-imingi oleh keuntungan yang mencapai 150% dari modal yang diberikan mereka langsung tergiur untuk menanamkan modalnya tanpa berpikir panjang. Padahal kalau mereka berpikir panjang, mereka tentu tidak akan percaya dengan iming-iming itu, karena itu sungguh tidak masuk akal. Menurut saya sebaiknya pemerintah pusat melakukan suatu penyuluhan yang memberikan informasi dan pengetahuan lebih tentang konsep koperasi itu seperti apa, dan koperasi yang sehat itu seperti apa, sehingga warga tidak lagi tertipu dengan iming-iming yang tak masuk akal itu. Dan sebaiknya kasus yang telah terjadi di karangasem ini ditindak lanjuti secara tegas oleh pihak kepolisian agar oknum-oknum tersebut tidak melakukan penipuan lagi di daerah yang lain s prinsip koperasi.
2.      Kasus koperasi Di Semarang Jawa Tengah
Perkembangan  BMT menurut Ikhwan dan diperkuat lagi dengan penelitian Rahman yang mengukur tingkat kesejahteraan kinerja keuangan 228 BMT di Jawa Tengah termasuk di Kota Semarang menunjukkan bahwa 66, 23 % BMT cukup sehat, dan 23,25 % berada dalam keadaan kurang sehat dan 3,07 dalam keadaan tidak sehat. Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh BMT tidak hanya pada legitimasi dan dasar legal formal atas eksistensi BMT saja, tetapi lebih dari itu. Dalam prakteknya juga menghadapi kendala operasional, misalnya konsistensi penerapan prinsip – prinsip syar’i yang menjadi Sumber rujukan segala aktifitasnya. Sebagai contoh keharusan adanya jaminan dalam setiap akad pemberian kredit (pembiayaan) baik menggunakan skema akad mudharabah, atau musyarakah, bai almuarabahah, atau juga menggunakan gadai (rahn). Hampir dalam setiap bentuk akad yang diterapkan selalu mempersyaratkan adanya barang jaminan. Padahal jika kita melihat aturannya tidak semua akad pembiayaan (kredit) harus disertai dengan adanya barang jaminan. Misalnya akad mudharabah, qardul hasan dll.Persyaratan adanya jaminan sebetulnya menjadi wajar karena hal tersebut juga tersirat menurut dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Di sana disebutkan bahwa jaminan (agunan) merupakan “keharusan” dalam beberapa produk lembaga keuangan syari’ah. Penggunaan jaminan dalam semua akad tersebut seakan menjadi keharusan. Padahal jika dirunut akar syar’i, hanya dalam akad gadai saja yang secara eksplisit terdapat keharusan menyerahkan jaminan. Ini berarti ada penyimpangan dalam operasionalisasi BMT karena praktek semacam itu pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan Praktek Bank konvensional yang berprinsip tidak ada kredit tanpa jaminan.
Masalah lain yang juga menjadi concern BMT adalah masalah implementasi penerapan hukum jaminan. Dalam lembaga keuangan konvensional, kegiatan pinjam-meminjam (kredit) dilakukan dengan menggunakan pembebanan hak tanggungan atau hak jaminan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah. Akan tetapi di banyak BMT, masih sedikit BMT yang telah menerapkan hukum jaminan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.      Kasus koperasi bodong
Nasabah Koperasi Bodong Resah. Dana Ratusan Juta Digelapkan Negara (Bisnis Bali) – Ratusan nasabah koperasi Sumber Insan Mandiri (SIM) Cabang Pembantu Negara yang terletak di Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk Desa Mendoyo Dauh Tukad, Mendoyo resah. Dana milik 190 nasabah yang berjumlah Rp 678 juta diduga digelapkan. Akibatnya, koperasi ini terus saja didatangi para nasabah yang ingin menagih dana mereka namun tidak bisa dikembalikan oleh General Manajer Koperasi SIM Cabang Negara Made Suarta. Kantor koperasi ini akhirnya ditutup sejak Jumat (23/7) lalu, setelah dilakukan rapat. Menyikapi permasalahan ini, Camat Mendoyo Nengah Ledang Jumat (30/7) kemarin memanggil GM Koperasi Made Suarta untuk meminta keterangan terkait masalah koperasi yang kini meresahkan warga Mendoyo ini. Pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Desa Mendoyo Dauh Tukad selain dihadiri camat dan GM koperasi juga dihadiri Kakankesbanglinmas Pemkab Jembrana, perwakilan dari Disperindagkop, Perbekel Mendoyo Dauh Tukad. Nengah Ledang mengatakan, pihaknya baru mengetahui keberadaan koperasi ini setelah diberi tahu oleh Kakankesbanlinmas Suherman kalau ada koperasi yang mau kolaps di Mendoyo. Kemudian pihaknya melakukan pengecekan dan ternyata koperasi ini tidak terdaftar dan tidak ada izinnya. ”Kami sudah cek tidak terdaftar di kecamatan maupun di kabupaten, padahal sudah berdiri sejak dua tahun lalu di Mendoyo,” katanya. Menurut Ledang, saat pihaknya rapat dengan GM Koperasi Made Suarta dijelaskan kalau jumlah nasabah 190 orang dengan pegawai 9 orang. Koperasi ini berdiri di Mendoyo sejak tahun 2008. Kebanyakan nasabah dari Pohsanten dan Mendoyo Dauh Tukad. Uang yang masuk dari nasabah mencapai Rp 600 juta lebih. “Dari pengakuan Suarta, dana itu disetorkan ke pusat Rp 200 juta. Sisanya tidak dijelaskan secara mendetail dan belum dipertanggungjawabkan. Kemungkinan dipakai untuk membayar pegawai, karena gajinya Rp 1,2 juta, dan mungkin juga untuk ATK dan operasional lainnya,” katanya. Menurut Ledang, sebelumnya Dinas Perindagkop sudah tahu kalau ada koperasi ini berdiri di Mendoyo dan sudah pernah diingatkan untuk mengurus izin. “Kami sudah sempat meminta nama-nama nasabah namun masih disembunyikan. Demikian juga rincian gaji pegawai juga belum diberi. ”Sekarang kami hanya berusaha meredam para nasabah saja agar bersabar dan tidak terpancing emosi dan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, sehingga tercipta kondisi yang aman,” katanya. Sementara itu dari pengamatan di kantor Koperasi Sumber Insan Mandiri kemarin sudah tidak ada aktivitas di kantor tersebut. Kantor tampak tutup dan pintu gerbangnya digembok. Hanya lampu depan kantor yang masih tampak menyala. Papan nama kantor juga masih dipasang dan di papan tersebut tertulis kalau koperasi itu berbadan hukum nasional 58/pad/meneg.1/2004. Salah seorang warga yang berada di depan kantor koperasi itu, koperasi itu memang banyak nasabahnya. Kemudian ditutup karena ada masalah. “Badan hukum dicantumkan itu bodong, hanya untuk mengibuli nasabah,” kata salah seorang warga.
Penyelesaiannya :
Menurut saya, pihak pemerintahan setempat harus lebih memperhatikan perkembangan koperasi yang ada di daerahnya, jangan sampai ada koperasi yang berdiri tanpa ijin dan melakukan penyelewengan-penyelewengan, karena hal tersebut bisa berdampak pada warga masyarakat yang pada dasarnya kurang memahami mekanisme dalam sebuah koperasi yang “sehat”. Pemerintah setempat juga seharusnya memberikan penyuluhan kepada warganya mengenai ciri-ciri koperasi yang “sehat” dan koperasi yang “nakal”, agar warganya dapat mengambil keputusan yang tepat dalam memilih sebuah koperasi yang bisa dipercayai dalam mengelola dana mereka.
4.      Kasus Koperasi Serba Usaha
Puluhan nasabah Koperasi Serba Usaha (KSU) Binar Sejahtera, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menjadi korban penipuan ketua koperasi tersebut. Salah satu korban penipuan menjelaskan sudah empat tahun ini, sejumlah surat berharga milik anggota koperasi, seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan surat sertifikat tanah dilarikan oleh Kepala KSU Bina Sejahtera. Surat-surat berharga tersebut merupakan jaminan atas pinjaman kredit yang dilakukan oleh para nasabah. Padahal para korban telah melunasi uang pinjaman pada koperasi. Sebelumnya arogansi dari manajemen koperasi tersebut juga telah ditunjukkan dengan dilakukannya penyitaan pada benda-benda milik para nasabah, seperti televisi, jika para nasabah terlambat membayar angsuran pelunasan pinjaman tersebut. Seorang korban lainnya mengatakan, akibat sertifikat tanahnya tidak segera dikembalikan oleh ketua koperasi tersebut, dirinya harus menunda kepentingan dirinya, seperti melakukan pinjaman lain. Oleh karena itu, kalangan nasabah korban penipuan tersebut menuntut pengembalian surat-surat berharga milik para nasabah yang sebelumnya menjadi jaminan sesegera mungkin. Jika dalam batas waktu dua minggu tidak ada pengembalian dari pihak KSU Bina Sejahtera, lanjutnya, para nasabah akan melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Resor Sragen.
Penyelesaiannya :
Menurut saya kasus puluhan nasabah Koperasi Serba Usaha (KSU) Binar Sejahtera sudah mencapai tahap yang rumit di mana pengurus koperasi tidak mau mengembalikan barang jaminan pinjaman anggota sedangkan pinjaman anggota semua sudah dikembalikan. Namun sikap yang harus dicontoh dari para anggota koperasi, mereka masih memiliki niat untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan memberi waktu selama 2 minggu kepada pengurus koperasi. Hal ini sesuai dengan salah satu asas koperasi yaitu kekeluargaan. Menurut saya sebaiknya diadakan pertemuan terlebih dahulu antara pengurus dengan para anggota agar dapat menemukan kesepakatan bagaimana masalah ini dapat segera diselesaikan secara adil. Apabila pihak pengurus tetap tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah, maka sebaiknya para anggota melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib karena ada ketidakadilan yang terjadi pada mereka. Harapannya agar pihak berwajib dapat menyelesaikan masalah ini secara hukum agar anggota masyarakat mendapat keadilan. Untuk anggota koperasi agar hal ini tidak terjadi lagi sebaiknya sebelum masuk ke dalam anggota koperasi, harus melihat secara lebih dalam apakah pengurus koperasi dapat dipercaya karena ini berurusan dengan masalah uang.

Pengertian dan Cara Menhgitung Sisa Hasil Usaha Koperasi
Sisa Hasil Usaha ( SHU ) Koperasi seringkali diartikan keliru oleh pengelola koperasi. SHU Koperasi dianggap sama saja dengan deviden sebuah PT, padahal terminology SHU jelas, bahwa SHU adalah “Sisa” dari Usaha koperasi yang diperoleh setelah kebutuhan anggota terpenuhi. Dalam Manajemen koperasi Sisa hasil usaha (SHU) memang diartikan sebagai selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam satu tahun buku. Bahkan dalam jika ditinjau pengertian SHU dari aspek legalistik, menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
1.      SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
2.      SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
3.      Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Pengertian diatas harus dipahami bahwa SHU bukan deviden seperti PT tetapi keuntungan usaha yang dibagi sesuai dengan aktifitas ekonomi angoota koperasi, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Artinya, semakin besar transaksi(usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan Salah satu pembeda usaha koperasi dengan usaha lainnya. Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1.      SHU total koperasi pada satu tahun buku
2.      Bagian (presentase) SHU anggota
3.      Total simpanan seluruh anggota
4.      Total seluruh transaksi usaha(volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5.      Jumlah simpanan per anggota
6.      Omzet atau volume usaha per anggota
7.      Bagian(presentase) SHU untuk simpanan anggota
8.      Bagian (presentase) SHU untuk transaksi usaha anggota
SHU koperasi dibagikan kepada anggota koperasi berdasarakan dari dua kegiatan ekonomi koperasi yang dilakukan oleh anggota  sendiri, yaitu:
1.      SHU atas jasa modal pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanannya) tetap diterima oleh koperasi sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2.      SHU atsa jasa usaha jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan
Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar atau anggaran dalam rumah tangga koperasi sebagai berikut:
1.      Cadangan koperasi
2.      Jasa anggota
3.      Dana pengurus
4.      Dana karyawan
5.      Dana pendidikan
6.      Dana sosial
7.      Dana untuk pembangunan lingkungan

RUMUS PERHITUNGAN SHU
>>SHU per anggota<<
SHU= JUA + JMA
Di mana :
SHU   = Sisa Hasil Usaha Anggota
JUA      = Jasa Usaha Anggota
JMA      = Jasa Modal Anggota

>>SHU per anggota dengan model MATEMATIKA<<
SHU Pa = VA/VUK . JUA + Sa/TMS . JMA
Dimana :
SHU Pa : Sisa Hasil Usaha per Anggota
JUA      : Jasa Usaha Anggota
JMA      : Jasa Modal Anggota
VA        : Volume usaha Anggota (total transaksi anggota)
VUK     : Volume usaha total koperasi (total transaksi Koperasi)
Sa        : Jumlah simpanan anggota
TMS    : Modal sendiri total (simpanan anggota total)

Contoh kasus SHU cadanagan 40
1.      Koperasi “Mandiri Bahagia” yang jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 100.000.000,- menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2007 sebagai berikut :
Penjualan Rp 460.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
• Cadangan Koperasi 40%
• Jasa Anggota 25%
• Jasa Modal 20%
• Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:                
a. Perhitungan pembagian SHU
b. Jurnal pembagian SHU
c. Perhitungan persentase jasa modal
d. Perhitungan persentase jasa anggota
e. Hitung berapa yang diterima Nona Yohana (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi Mandiri Bahagia senilai Rp 920.000,-
JAWABAN
a. Perhitungan pembagian SHU
Keterangan SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota 25% Rp 10.000.000,-
Jasa Modal 20% Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% Rp 6.000.000,-
Total 100% Rp 40.000.000,-
b. Jurnal
SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota Rp 10.000.000,-
Jasa Modal Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain Rp 6.000.000,-
c. Persentase jasa modal
(Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x 100%
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x 100% = 8%
Keterangan:
-      Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
-      Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang
d. Persentase jasa anggota
(Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi) x 100%
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x 100% = 2,17%
Keterangan:
-     perhitungan di atas adalah untuk koperasi konsumsi
-     untuk koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman
e. Yang diterima Nona Yohana:
- Jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x Modal Nona Yohana
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x Rpo 500.000,- = Rp 40.000,-
- Jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Nona Yohana
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x Rp 920.000,- = Rp 20.000,-
Jadi yang diterima Nona Yohana adalah Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-
2. Koperasi Permata memiliki usaha minimarket yang menjual berbagai barang kebutuhan anggota. Apabila barang yang dijual diklasifikasikan  menjadi 4 sebagai berikut :
1.    Kelompok barang A
Barang yang margin keuntungannya rendah (di bawah 20%) dan harga barangnya relative rendah (per unit kurang dari Rp. 20.000)
2.    Kelompok barang B
Barang yang margin keuntungannya rendah (di bawah 20%) dan harga barangnya relative tinggi (per unit lebih dari Rp. 20.000)
3.    Kelompok barang C
Barang yang margin keuntungannya tinggi/sedang (di atas 20%) dan harga barangnya relative tinggi (per unit lebih dari Rp. 20.000)
4.    Kelompok barang D
Barang yang margin keuntungannya tinggi/sedang (di atas 20%) dan harga barangnya relative rendah (per unit kurang dari Rp. 20.000)
Rapat anggota dapat memutuskan klasifikasi point per transaksi, misalnya :
1.    Transaksi pada kelompok barang A senilai Rp. 10.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
2.    Transaksi pada kelompok barang B senilai Rp. 20.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
3.    Transaksi pada kelompok barang C senilai Rp. 15.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
4.    Transaksi pada kelompok barang D senilai Rp. 5.000 mendapat 1 point dan berlaku kelipatannya.
Ibu Ayu adalah anggota koperasi permata yang rajin berbelanja, di mana dalam satu tahun, nilai belanja sebagai berikut :
·         kelompok barang A sebesar Rp. 100.000
·         kelompok barang B sebesar Rp. 100.000
·         kelompok barang C sebesar Rp. 150.000
·         kelompok barang D sebesar Rp. 200.000
Dari transaksi tersebut, maka Ibu Ayu mendapatkan jumlah point sebanyak 65 point, yaitu dari transaksi :
·         barang A mendapat 10 point (Rp. 100.000 / Rp. 10.000)
·         barang B mendapat 5 point (Rp. 100.000 / Rp. 20.000)
·         barang C mendapat 10 point (Rp. 150.000 / Rp. 15.000)
·         barang D mendapat 40 point (Rp. 200.000 / Rp. 5.000)

Pak Zaki yang juga anggota koperasi permata namun malas berbelanja, di mana dalam satu tahun, nilai belanja sebagai berikut :
·         kelompok barang A sebesar Rp. 10.000
·         kelompok barang B sebesar Rp. 20.000
·         kelompok barang C sebesar Rp. 15.000
·         kelompok barang D sebesar Rp. 20.000
Dari transaksi tersebut, maka Pak Zaki mendapatkan jumlah point sebanyak 7 point, yaitu dari transaksi :
·         barang A mendapat 1 point (Rp. 10.000 / Rp. 10.000)
·         barang B mendapat 1 point (Rp. 20.000 / Rp. 20.000)
·         barang C mendapat 1 point (Rp. 15.000 / Rp. 15.000)
·         barang D mendapat 4 point (Rp. 20.000 / Rp.5.000)

nilai total SHU sebesar Rp. 20.000.000, dan berdasarkan ketentuan AD/ART nilai SHU yang dibagikan untuk anggota misalnya ditetapkan 20%, maka nilai SHU untuk adalah Rp. 20.000.000 x 20% = Rp. 4.000.000. pada tahun tersebut, total point transaksi tercatat sebanyak 1.000 point, sehingga nilai SHU tiap point adalah
Rp. 4.000.000 / 1.000 point = Rp. 4.000 per point. Maka nilai SHU yang diterima Ibu Ayu adalah Rp. 4.000 x 65 point = Rp. 260.000, sednagkan nilai SHU Pak Zaki hanya sebesar Rp. 4.000 x 7 point = Rp. 28.000.

3. Pada Koperasi Merdeka setelah dilakukan tutup buku di akhir periode ternyata didapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp. 30.000.000,00. Hasil ini sudah dikurangi oleh pajak dan biaya – biaya lainnya. Sesuai dengan Rapat anggota yaitu Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) koperasi telah ditetapkan presentase besarnya pembagian SHU untuk setiap bagian, yaitu :
a. Jasa Modal 20%
b. Jasa Anggota 30%
c. Cadangan 15%
d. Dana Pengurus 15%
e. Dana Sosial 10%
f. Dana Pendidikan 10%
Dan perhitungan SHU diatas adalah sebagai berikut :
1.      Jasa Modal = 20/100 x 30.000.000 = 6.000.000
2.      Jasa Anggota = 30/100 x 30.000.000 = 9.000.000
3.      Cadangan = 15/100 x 30.000.000 = 4.500.000
4.      Dana Pengurus = 15/100 x 30.000.000 = 4.500.000
5.      Dana Sosial = 10/100 x 30.000.000 = 3000.000
6.      Dana pendidikan = 10/100 x 30.000.000 = 3.000.000
Kita ketahui sesuai dengan AD Dan ART besarnya SHU untuk dana pendidikan sebesar 3.000.000 tetapi pada kenyataan dana tersebut diambil alih oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi dengan dalih untuk biaya study banding tetapi pada kenyataannya uang tersebut tidak dipakai semestinya. Disini terjadi penyelewengan dana (korupsi)
Penyelesaian :
Menurut saya, hal seperti contoh kasus diatas seharusnya bisa di antisipasi dengan cara anggota harus lebih aktif dan tanggap dalam berbagai hal. Misalnya saja anggota harus ikut aktif dalam penyaluran dana koperasi,dan setiap anggota harus memegang bukti transaksi dari penggunaan dana koperasi tersebut. Namun bukti transaksi saja sepertinya belum cukup untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan dana, sebab dengan kemajuan teknologi yang ada, bukti transaksi pun bisa dimanipulasi, oleh sebab itu setiap anggota harus benar-benar waspada dan selalu mengawasi setiap adanya penyaluran dana koperasi,sehingga dana koperasi tersebut benar-benar digunakan sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan dalam rapat anggota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar