Jumat, 08 April 2011

Paper Perbandingan antara hasil panen padi provinsi DKI Jakarta dengan Jawa Timur

 Latar belakang
Pembangunan di Indonesia merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara terencana dan berkelanjutan yang terpacu pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diimbangi dengan pemerataan pendapatan untuk membangun ekonomi rakyat. Sasaran utamanya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya. kesejahteraan yang dimaksudkan ialah terpenuhinya kebutuhan pokok maupun tambahan secara cukup ataupun lebih.
Sektor pertanian sangat berperan penting dalam perekonomian disuatu negara, karena sebagian produk nasional merupakan dari hasil pertanian dan sejumlah ibu rumah tangga mengeluarkan hasil pendapatannya untuk membeli hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di Indonesia sektor pertanian merupakan sumber pangan bagi masyarakat. Hal ini dapat diukur dari hasil pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor pertanian juga menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Salah satu hasil pertanian yang penting bagi masyarakat Indonesia adalah hasil panen padi karena padi salah satu kebutuhan hidup utama bagi masyarakat.

Masalah
            Padi merupakan komoditas stategis dalam kehidupan sosial ekonomi nasional yang memerlukan pengendalian oleh pemerintah, karena sebagian besar penduduk bahan pangan pokoknya adalah beras. Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah “ Perbandingan antara hasil panen padi provinsi DKI Jakarta dengan Jawa Timur “.

Landasan Teori
1.       Teori Produksi
Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor faktor produksi (input).  Atau dengan kata lain menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan.
Input(modal, tenaga kerja, bahan baku dan lain-lain
Fungsi produksi (dengan tekhnologi  tertentu)

Output (barang/ jasa)

 



Gambar  Proses Produksi
Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dituliskan sebagai berikut:
Q= f(K, L, R.T)
Dimana:
K=   Jumlah stok modal.
L= Jumlah tenaga kerja. Meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan  keusahawanan.      
R=     Kekayaan alam.
T=   Tekhnologi ysng digunakan.
Q=  Jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor  produksi tersebut.
Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang   tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat tekhnologi yang digunakan. Fungsi produksi untuk setiap komoditi juga diartikan sebagi suatu persamaan tabel atau grafik yang menunjukkan jumlah  (maksimum) komoditi yang dapat diproduksi perunit waktu untuk setiap kombinasi input alternative, bila menggunakan teknik produksi yang tersedia. Fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan menggunakan berbagai alternative jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah tertentu yang tetap mencatat alternative output yang dihasilkan per unit waktu. banyaknya tenaga kerja yang digunakan, banyaknya pupuk dan obat obatan yang digunakan dan lain lain. Teori produksi dalam ilmu ekonomi membedakan analisisnya kepada dua pendekatan berikut:
1. Teori produksi dengan satu faktor berubah.
2. Teori produksi dengan dua faktor berubah

2.      Ketahanan Pangan
Pengertian ketahanan pangan telah dibakukan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Pada bab 1 pasal 1 disebutkan ketahanan pangan adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik mutu, aman, merata dan terjangkau (Saliem, 2004). Sementara definisi ketahanan pangan yang secara resmi disepakati oleh pimpinan negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia pada World Food Conference On Human Right 1993 dan World Food Summit 1996 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu dalam jumlah dan mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai budaya setempat (Wibowo, 2000).
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangk  (Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan, 2007). Ketahanan pangan adalah fenomena yang kompleks, mencakup banyak aspek dan faktor terkait yang luas. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat diartikan lebih lanjut sebagai berikut:
1.      Terpenuhinya pangan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan, dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
2.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda/zat lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama.
3.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air.
4.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartinkan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Dari versi batasan manapun, aspek kecukupan pangan menjadi basis kriteria untuk menentukan status ketahanan pangan. Hal ini karena ketahanan pangan adalah kebutuhan pokok bagi manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Pada mulanya kecukupan pangan hanya dinilai menurut fisik kuantitas sesuai kebutuhan untuk beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari secara sehat. Namun demikian, seiring dengan perkembangan analisis, kriteria kecukupan kemudian juga mencakup aspek kualitas pangan.
Dari sisi dimensi waktu, ketahanan pangan dapat terwujud jika aspek risiko kegagalan askes terhadap pangan dapat ditanggulangi. Terkait dengan faktor resiko tersebut, dikenal dua bentuk ketidaktahanan pangan (Food Insecurity), yaitu yang bersifat kronik dan transitori. Ketidaktahanan pangan kronik terjadi secara terus menerus (jangka panjang) karena rendahnya faktor daya beli dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Ketidaktahanan pangan transitori terjadi sementara (sering bersifat mendadak atau tiba-tiba) yang sering diakibatkan oleh adanya: bencana alam, kegagalan produksi dan kenaikan harga           (Saliem, 2004).
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.  Dalam hal ini, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan.  Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri (Krisnamurti, 2005).

Pembahasan Masalah
Provinsi
Jenis Tanaman
Tahun
Luas Lahan (HA)
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi (Ton)
Jawa Timur
Padi
2009
1 904 830
59,11
11 259 085
DKI Jakarta
Padi
2009
1 974
55,79
11 013

Peningkatan produksi padi, selain untuk menjamin adanya pangan (beras) nasional, juga merupakan salah satu upaya untuk menaikkan pendapatan untuk kesejahteraan petani dan keluarganya. Namun peningkatan produksi yang dicapai petani pada panen raya, dalam kenyataannya belum membawa petani pada peningkatan pendapatan untuk kesejahteraan tersebut.
Contohnya saja dalam tabel di atas, pada provinsi Jawa timur pada tahun 2009 dengan  luas lahan tanah sekitar 1904830 Ha dapat berproduktivitas 59,11% dan menghasilkan produksi padi sekitar 11259085 Ton. Pada dasarnya lahan tersebut sangat luas akan tetapi para petani hanya dapat menggunakan setengah dari luas lahan yang tersedia untuk ditanami benih padi. Karena lahan sawah yang ada di Jawa Timur tidak memiliki tingkat kesuburan yang sama maka, para petani tidak bisa memaksimalkan lahan sawah tersebut.
Dibandingkan dengan provinsi Jawa Timur, hasil panen padi di kota Jakarta lebih rendah. Kota Jakarta hanya memiliki lahan sawah yang jumlahnya sekitar 1974 Ha dan dapat berproduktivita sebesar 55,79% sehingga hanya dapat menghasilkan padi sebesar 1103 ton. Hal itu disebabkan karena lahan persawahan di kota Jakarta mulai menyempit akibat telah dipenuhi oleh gedung-gedung perkantoran dan semua pusat aktivitas Negara Indonesia memang berada di kota Jakarta.
Kesimpulan
Sesuai dengan pola produksi tahunan, produksi gabah pada saat panen raya di daerah sentra produksi selalu melimpah, sedangkan permintaan gabah atau beras bulanan relatif stabil. Berdasarkan hukum ekonomi, jika harga menurun, maka permintaan akan naik. Demikian juga yang dialami petani pada musim panen raya, jika harga gabah turun sampai dibawah harga dasar bahkan sampai titik terendah, maka permintaan padi pun akan meningkat, sehingga tidak memberi keuntungan kepada petani. Sebaliknya pada musim paceklik, seringkali produksi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga harganya meningkat, bahkan sampai tidak terjangkau oleh petani yang pada saat itu justru tidak memiliki lagi produksi gabah.
Saran
 Seharusnya pemerintah lebih dapat memperhatikan tentang  lahan sawah yang ada di daerah-daerah, agar tidak ada lagi penyempitan lahan sawah yang berlebihan. Dan pemerintah diharapkan dapat mensejahterakan kehidupan petani yang memiliki peran penting dalam mengolah pangan khususnya padi yang merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia.